PERBEDAAN HAK GUNA BANGUNAN DENGAN HAK MILIK
Berdasarkan Pasal 35 ayat (1) sampai (3) UUPA Hak Guna Bangunan (“HGB”) adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Hak Guna Bangunan diberikan untuk Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia. Jadi secara prinsip, HGB merupakan hak yang diberikan oleh Negara kepada WNI ataupun Badan Hukum Indonesia tersebut untuk mendirikan bangunan di atas tanah yang dimiliki/dikuasai oleh Negara. HGB ini dapat beralih, dialihkan dan dijadikan sebagai jaminan hutang.
Sedangkan Hak Milik berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (1) dan (2) UUPA adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai seseorang atas tanah (1). Hak milik ini hanya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (tunggal) dan Badan-badan hukum khusus lainnya sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1963. Hak milik ini bisa beralih atau dialihkan dan juga bisa dijadikan sebagai jaminan hutang.
Mengapa jika kita membeli rumah di areal perumahan dari pengembang statusnya selalu Hak Guna Bangunan?
Pada umumnya pengembang di suatu perumahan merupakan sebuah perseroan terbatas. Sebagaimana di uraikan di atas, bahwa yang dapat memiliki tanah-tanah dengan status Hak Milik hanyalah WNI tunggal. Oleh karena itu, saat pengembang tersebut memperoleh tanah yang nantinya akan dijadikan sebagai areal perumahan, biasanya tanah-tanah yang masih berstatus hak milik yang dibeli dari warga setempat harus dilepaskan terlebih dahulu ke Negara barulah dimohonkan kembali menjadi Hak Guna Bangunan atas nama Pengembang yang bersangkutan.
Dengan demikian, saat pengembang tersebut memecah sertifikat dan membangun rumah-rumah di atas tanah tersebut, maka tanah tersebut dilakukan jual beli dalam kondisi masih berstatus Hak Guna Bangunan.
Baca pula: Kumpulan Berita & Info Terkini